Veronica Colondam Untuk Anak Indonesia
Veronica Colondam Untuk Anak Indonesia – Tiap ibu tentunya ingin memberikan yang terbaik untuk anak anaknya, begitu juga halnya dengan Veronica Colondam. Ibu tiga anak ini khawatir akan pertumbuhan sang buah hati terganggu dampak dari pergaulan serta obat obatan terlarang karena terjerumus ke dalam lingkungan sosial yang tak sehat.
Veronica Colondam Untuk Anak Indonesia
Berikut adalah perjuangan Veronica Colondam Untuk Anak Indonesia
Berangkat dari kekhawatiran tersebut, ia mendirikan yayasan sosial bernama Yayasan Cinta Anak Bangsa (YCAB) pada 1999 dengan memfokuskan sasaran awal buat mengedukasi remaja mengenai bahaya narkoba. Yayasan ini berdiri sebagai bentuk cintanya kepada anak anak Indonesia dan kerinduannya akan remaja muda yang cerdas serta mempunyai banyak ide cemerlang.
Bersama sebagian rekan yang membantunya, perempuan lulusan S2 ilmu sosial di Imperial College London ini mengadakan seminar ke beberapa sekolah sekolah di Indonesia, terutama kepada remaja SMP serta SMA yang ringkih sekali akan pergaulan bebas. Bak gayung bersambut, respon yang diterima bernada positif.
Seiring berjalannya waktu, fokus utamanya pun melebar meliputi bidang pendidikan serta ekonomi. Pada 2003, ia mengadakan program Rumah Belajar, yaitu pendidikan gratis yang diberikan terhadap anak anak kurang mampu. Mereka diberikan pengajaran sesuai dengan kemampuan serta keinginannya, hingga akhirnya bisa berkembang dengan sendirinya.
Dalam Cewequat International Forum 2015 yang diadakan di Kuningan City, Jakarta Selata, Sabtu (7/2/2015) lalu, perempuan yang kerap disapa Vera ini menceritakan mengenai salah satu anak didiknya yang kini sukses sebagai ahli teknisi di salah satu perusahaan elektronik asal Korea Selatan, Samsung. “Dulu dia ini pembantu rumah tangga, tapi majikannya memberi izin untuk belajar di Rumah Belajar. Akhirnya dia mengambil ujian paket B serta paket C. Lalu kita sekolahkan lagi di bidang elektro. Sekarang akhirnya jadi salah satu teknisi terpercaya di Samsung,” cerita Vera penuh semangat.
Lewat kerja kerasnya serta perjuangan yang tak kenal lelah ini pula, ia berhasil membantu para perempuan yang kurang mampu dari segi finansial agar menyejahterakan keluarganya lewat program Microfinance Ladies. Melalui dana yang diperoleh dari kemitraan atau sponsor, YCAB membantu perempuan perempuan yang menjadi penopang hidup keluarga dengan memberikan pinjaman sebanyak Rp 1 juta sebagai modal untuk memulai usaha.
Modal itu kemudian harus dikembalikan secara tunai atau melalui cicilan selama lima bulan serta baru boleh meminjam lagi setelah cicilan sudah lunas. Namun program ini tidak seperti program microfinance pada umumnya, ada satu syarat yang harus dipenuhi bagi para peminjam modal.
“Kita akan pinjamkan modal asalkan dia punya anak yang masih sekolah. Pendidikan itu syarat utama kita, karena dari modal yang kita kasih, kalau sudah ada untungnya kan bisa dipakai untuk bayar sekolah anak,” katanya lagi. Tetapi jika para wanita tersebut tidaksanggup untuk membiayai pendidikan anaknya, Vera memberikan bantuan lain. Anak anak tersebut bisa belajar di Rumah Belajar YCAB.
Program yang dimulai sejak 2009 ini telah berhasil membantu setidaknya lebih dari 140 ribu wanita di seluruh Indonesia agar menyejahterakan keluarganya. Bahkan masih ada yang setia menjadi anggota hingga kini. “Saya ingat ada satu ibu ibu, dia jualan bakso keliling dengan tongkat lantaran kakinya yang satu diamputasi. Ia berjualan untuk menyekolahkan 12 anaknya dan sekarang anak pertamanya sudah bisa kuliah,” tambahnya.
Meski sudah 16 tahun berkecimpung di dunia sosial, perempuan yang menerima banyak penghargaan di bidang kemanusiaan ini pernah merasa ingin menyerah dalam melakukan aksi sosialnya, terutama di awal tahun YCAB berdiri. Tidak sedikit penolakan yang diterima serta seringkali dipandang sebelah mata. Tetapi karena kecintaannya kepada anak anak Indonesia, Vera mengurungkan niatnya. Ia justru bangkit melawan pikiran negatif yang bersarang di benaknya.
“YCAB ini adalah bentuk dari perjalanan spiritualku. Aku ingin belajar untuk memaknai hidup yang sebenarnya. Kalau gajah mati meninggalkan gading, manusia mati meninggalkan nama. Kalau aku wafat, aku ingin diingat sebagai seseorang yang sudah berkontribusi bagi kemajuan bangsa Indonesia,”.